Polri Anggap Rizal Ramli Belum Patut Ditahan
Walau alasan objektif sudah mencukupi, penyidik belum melihat indikasi Rizal Ramli akan menghambat pemeriksaan. Masih ada beberapa kali lagi pemeriksaan.
Ketua Komite Bangkit Indonesia Rizal Ramli sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 31 Desember 2008 lalu. Namun, hingga kini penyidik belum juga melakukan penahanan. Setelah diperiksa penyidik, Rizal tetap dibiarkan melenggang pulang ke rumahnya. Padahal, alasan objektif yang tercantum dalam Pasal 21 ayat (4)a Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penahanan sudah terpenuhi, yaitu ancaman hukuman minimal lima tahun.
Calon presiden dari Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia itu diduga melakukan penghasutan dalam pidatonya di Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), 24 April 2008. Selain menghasut, Rizal juga dituding mendanai sejumlah aksi demo menetang kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), demo 21 Mei 2008 di depan istana dan Kampus Universitas Mercu Buana, demo 23-24 Mei 2008 di Kampus Universitas Nasional, aksi 24-25 Mei 2008 di Kampus Universitas Kristen Indonesia, dan demo 24 Juni 2008 di depan gedung DPR/MPR RI. Dengan demikian, pasal yang dijeratkan kepada Rizal kurang lebih sama dengan yang didakwakan kepada Sekretaris Jenderal Komite Bangkit Indonesia Ferry Joko Juliantono, yakni pasal 160 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara. Ferry sendiri masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyidik tidak langsung melakukan penahanan bahkan pencekalan terhadap Rizal. Direktur I Keamanan Transnasional Bareskrim Mabes Polri Badrodin Haiti berdalih belum ada indikasi Rizal akan mempersulit pemeriksaan. “Tidak seperti Ferry,” kata Badrotin di Jakarta, Jum’at (16/01).
Seperti diketahui, Ferry ditangkap di Malaysia oleh imigrasi dan LO (Liaison Officer) yang bekerja sama dengan polisi di Indonesia. Karena Ferry di Indonesia sudah ditetapkan sebagai tersangka, pihak kepolisian menunggu kepulangan Ferry bersama rombongan dari negeri tirai bambu itu. Tiba-tiba Ferry malah memisahka diri dari rombongan dan bertolak menuju Malaysia dengan alasan ingin berobat. Hal inilah yang dipakai polisi sebagai alasan penahanan Ferry. “Mempersulit pemeriksaan,” ujar Badrodin.
Untuk Rizal Ramli, penyidik belum menemukan alasan subjektif penahanan. Lagipula, menurut Badrodin, pemeriksaan yang dilakukan Kamis, 15 Januari kemarin, baru pemeriksaan pertama. “Belum masuk materi pokok pemeriksaan. Masih tiga atau empat kali pemeriksaan lagi,” ujarnya.
Berdasarkan pengakuan Rizal, pemeriksaan memang masih seputar pidatonya di Wisma PKBI. Luhut Pangaribuan, salah satu pengacara Rizal, mengatakan ada sekitar 23 pertanyaan yang diajukan penyidik. Belum ada pertanyaan mengenai pendanaan beberapa aksi unjuk rasa menentang kenaikan BBM.
Dalam dakwaan Ferry diuraikan dengan jelas bahwa Rizal meminta saksi Hendri Saparini untuk menransfer dana yang dibutuhkan untuk persiapan dan pelaksanaan aksi unjuk rasa yang ternyata berakhir kisruh. Namun, pertanyaan seputar dana belum muncul. Selasa depan (20/1), kata pengacara Rizal lainnya Leonard P Simorangkir, Rizal akan kembali diperiksa penyidik.
Sebenarnya, Rizal masih bertanya-tanya hal apa yang menyebabkan ia ditetapkan sebagai tersangka. Tapi, pada saat pemeriksaan dimuali ia tidak menanyakan hal tersebut kepada penyidik. Luhut mengatakan tidak ada kesempatan untuk bertanya mengenai alasan ditetapkannya Rizal sebagai tersangka. “Ini ketentuan hukumnya begitu. Wewenang atau diskresi dari polisi. Tidak ada kesempatan untuk nanya kenapa Pak Rizal dijadikan tersangka,” tukasnya.
Karena ketidakjelasan itu, Rizal menganggap penetapannya sebagai tersangka sebagai “permainan” politis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dan polisi sebagai “bawahan” langsung presiden dinilai telah memfasilitasi kepentingan tersebut. “Ya, saya mohon maaf barangkali ini bukan salahnya pak polisi memeriksa dan mempertanyakan pikiran-pikiran kami. Ini adalah perintah dari presiden SBY untuk menjegal penantang-penantangnya”.
Pemeriksaan Kamis lalu mengingatkan Rizal pada 30 tahun lalu. “Pada 1978 saya beserta tiga kawan mahasiswa menulis buku putih tentang sejarah perjuangan mahasiswa. Buku itu adalah kritik terhadap sistem otoriter Orba dan kritik terhadap ekonomi yang tidak mengutungkan rakyat”. Akibat tulisan dalam buku yang mengatakan sistem otoriter sangat berbahaya itu, Rizal bersama teman-teman mahasiswanya dipenjara enam bulan di penjara militer Bandung dan satu tahun di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.
Dugaan penghasutan terhadap dirinya dinilai telah mengadili pikiran-pikiran kritisnya untuk memajukan ekonomi negara Indonesia. “Saya merasa saya diadili kembali karena pikiran karena pidato karena tulisan,” tuturnya.
Padahal, lanjutnya, isi pidato tanggal 24 April 2008 tersebut merupakan analisa mengenai mengapa Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Timur -yang dulu malah lebih miskin dari Indonesia. “Dan ini dapat dipertanggungjawabkan secara imliah”.
Atas tudingan Rizal ini, Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) menegaskan bahwa tidak ada unsur kepentingan apapapun. “Kita dari kepolisian tidak akan menyidik suatu perkara untuk kepentingan apapun. Kepentingan hanya satu, untuk penegakan hukum,” tegasnya (16/01). Proses penetapan Rizal sebagai tersangka menurut dia dilakukan secara profesional dan proporsional. “Selain itu, bisa dipertanggungjawabkan secara yuridis normal,” pungkas Kapolri.
0 komentar:
Posting Komentar